Sabtu, 25 Desember 2010

Arim Nasim: Century dan KS Perampokan dan Perompakan oleh Negara

Ketua Lajnah Maslahiyah DPP HTI Dr. Arim Nasim menyatakan salah satu isu ekonomi yang belum terurai hingga akhir tahun 2010 adalah skandal Bank Century sedangkan salah satu kasus yang muncul di tahun ini adalah skandal Krakatau Steel.
Ia pun mengistilahkan kedua skandal yang dilakukan oleh pemerintah itu sebagai perampokan dan perompakan. “Kalau skandal Century disebut sebagai perampokan maka skandal Krakatau Steel adalah perompakan,” ujarnya dalam acara REFLEKSI AKHIR TAHUN 2010: Indonesia di Jurang Sekulerisme dan Masa Depan Syariah, Selasa (21/12) siang di Wisma Antara, Jakarta.
Dalam talkshow bulanan Halqah Islam dan Peradaban (HIP) ke-25 itu, ia menegaskan ada dua faktor yang menyebabkan kasus Century yang merugikan uang negara Rp 6,7 trilyun itu dipetieskan.
Pertama, dari sisi fakta. Proses yang dilakukan untuk bank yang kini berubah nama menjadi Bank Mutiara ini sangat irasional. Saat itu, Century merupakan bank yang kecil, omsetnya kecil, uang nasabah juga kecil. Tetapi tiba-tiba dibantu pemerintah dengan dana yang jumlahnya sepuluh kali lipat dari yang diajukan oleh DPR.
Kedua, dari sisi hukum. Aturan yang terkait dana talangan (bailout) itu kan ada. Tapi untuk membuat perampokan ini legal, undang-undangnya yang dirubah, dengan peraturan Bank Indonesia.
Peraturan BI itu tadinya mensyaratkan untuk bank yang berhak mendapatkan dana talangan itu cadangan modalnya minimal 8 persen. Tetapi dalam waktu sekejap peraturan tersebut dirubah menjadi yang penting positif. Sehingga membuat bank yang tidak layak mendapatkan dana talangan menjadi dapat dana secara ‘legal’.
“Ini perampokan ‘legal’ oleh negara dan pelakunya juga negara, dan yang bertugas untuk mengurainya juga negara, selama sistem negaranya tidak dirubah sampai kiamat pun kasus ini tidak akan pernah selesai” tegas Arim Nasim dihadapan sekitar 300 peserta.
Di samping Century, Arim menyinggung penjualan sebagian saham pabrik baja Krakatau Steel. Ia menilai permasalahan KS setali tiga uang dengan Century. Kalau kasus Century adalah perampokan uang negara dengan cara mengucurkan anggaran negara melalui bailout bank. Sedangkan kasus penawaran umum saham perdana  (initial public offering/IPO) pabrik baja ini adalah perompakan dengan meraup uang sebesar-besarnya dari luar dengan menjual aset negara.
Sayangnya, dalam kasus KS ini yang diangkat adalah eksesnya saja sehingga inti masalahnya menjadi kabur. Para pengamat mempermasalahkan rendahnya harga IPO sehingga dalam sehari merugikan negara Rp 1,2 trilyun. Tetapi kebanyakan dari mereka lupa mempermasalahkan privatisasi yang pastinya akan merugikan negara lebih banyak dari sekedar uang Rp 1,2 trilyun.
“IPO adalah ekses dari privatisasi,bila tidak ada privatisasi jelas tidak akan pernah ada IPO,” tegas Koordinator Mata Kuliah Ekonomi Syariah dan Perbankan Syariah di Fakultas Pendidikan Ekonomi dan Bisnis Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) itu.
Pasalnya, jelas Arim, meskipun IPO-nya tinggi sejatinya KS tidak boleh dijual. Karena, menurut pandangan Islam, KS adalah terkategori industri strategis sekaligus industri milik rakyat yang harus dikelola oleh negara. Apalagi dalam faktanya, setelah ditelusuri ternyata KS adalah perusahaan yang sehat dan mendapatkan keuntungan yang luar biasa setiap tahunnya. “Berarti ada udang dibalik baja!” kelekarnya.
Konsultan Manajemen dan Perbankan Syariah ini memprediksikan perompakan-perompakan lainnya akan terus dilakukan oleh pemerintah selama negara ini menganut sistem kapitalisme atau neoliberalisme. Karena sistem ini melegalkan privatisasi guna tercapainya keinginan para kapitalis dan pejabat yang memang mencari dana untuk berkuasa (kembali). [] joko prasetyo/mediaumat.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar